Header Ads

Breaking News

Bahasa Simbolik dari Mayoritas Diam


Akurat24jam - Jajaran karangan bunga menutupi pagar kompleks gedung Markas Besar Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (3/5). Pesan yang disampaikan dalam karangan bungaitu relatif seragam: apresiasi dan harapan agar Polri terus menjaga Pancasila sekaligus melawan radikalisme. Sebuah bentuk komunikasi simbolik dari masyarakat.

Di salah satu karangan bunga tertulis "NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 Harga Mati!!! Terima kasih TNI- Polri, Terima kasih Pak Tito Sudah Mengawal Keutuhan Negeri ini. Kami Macan Ternak Mendukung Bapak. Jangan Kasih Kendor Leeebbaasss!!! dari MAmak2 CANtek anTER aNAK".

Di karangan bunga lainnya tertulis "Kami Silent Majority dukung NKRI dari HH FANS". Selain itu, juga ada karangan bunga yang menyampaikan pesan "Terima kasih. TNI dan Polri Jangan Biarkan Anak Cucu Kami Rusak Dipengaruhi Ajaran Radikal dari Group Dokter Aesthetic Anti Aging Pecinta Damai".

Beberapa personel Polri yang berjaga di luar pagar Mabes Polri menuturkan bahwa karangan bunga itu mulai berdatangan beberapa hari terakhir. Jumlahnya belum diketahui pasti karena pada Rabu menjelang siang, petugas pengantar karangan bunga juga masih berdatangan mengantar karangan bunga. Namun, setidaknya,karangan bunga itu sudah lebih dari 100 buah.

karangan bunga untuk Mabes Polri itu masih mungkin bertambah. Hingga kemarin siang, di lantai dua Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat, kesibukan menyiapkan karangan bunga pesanan yang sebagian untuk dikirim ke Mabes Polri belum selesai. Pesanan masih terus mengalir. Sebagian pemesan dari Jakarta, tetapi ada pula pemesan luar Jakarta.

Beberapa pegawai usaha pembuatan karangan bunga itu sampai bergadang menyelesaikan pesanan. Ipung (27), pegawai Eka Putri Florist, mengatakan semalaman belum tidur. "Entah sudah berapa gelas kopi habis, ha-ha-ha," ujarnya.

Para pembuat karangan bunga di pasar itu beberapa pekan terakhir kebanjiran pesanan. Setelah sebelumnya topik ucapan berupa apresiasi kinerja Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk dikirim ke Balai Kota Jakarta, kini pesanan mereka didominasi ucapan apresiasi usaha Mabes Polri menjaga toleransi dan melawan radikalisme.

Menurut Davi (32), pengelola Bos Bunga Florist, pesanan karangan bunga dengan pesan semacam itu tidak hanya ditujukan ke Mabes Polri. Ada pula pemesan yang mengirim karangan bunga ke Mabes TNI dan Istana Negara. Sebagian besar pemesan karangan bunga, kata dia, merupakan perorangan, bukan organisasi atau lembaga. Mayoritas pemesan mengirim pesan singkat berisi materi ucapan lalu mentransfer uang pembayaran dengan nilai Rp 450.000-Rp 1 juta perkarangan bunga.

Menjaga Pancasila

Yuliana (55), warga Kabupaten Bekasi, menjadi salah satu pengirim bunga ke Mabes Polri. Saat dihubungi melalui telepon, ia mengatakan, uang untuk membayar karangan bunga itu berasal dari patungan 17 orang. Sebagian dari tetangga, sebagian mantan teman sekolah, sebagian lagi keluarga besarnya.

"Saya enggak mau negara kita hancur karena dijadikan ladang radikalisme seperti di Suriah. NKRI harga mati dan Pancasila tidak boleh diganti," katanya.

Dia mengaku mulai tergerak mengirim karangan bunga setelah mendapat pesan dari kenalannya. Di pesan itu, ada video Kapolri Jenderal Tito Karnavian tengah berbicara dalam sebuah forum, mengundang silent majority (mayoritas diam) untuk bersuara memberikan dukungan.

Di media sosial, pengiriman karangan bunga untuk Mabes Polri ini cukup menarik perhatian. Kata kunci "Mabes Polri" menjadi salah satu topik terhangat Twitter di Indonesia. Namun, sikap netizen atau warga pengguna internet beragam. Ada yang mengapresiasi gerakan mengirim karangan bunga tersebut, tetapi juga ada yang memberi komentar negatif.

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif menuturkan, karangan bunga itu bisa dimaknai sebagai harapan masyarakat kepada Polri untuk bertindak tegas, tetapi sesuai hukum, dalam menghadapi paham yang keras. Masyarakat, kata Syafii Maarif, mulai sadar Indonesia tengah dalam ancaman.

"Sekolah menengah dan perguruan tinggi sudah mulai disusupi aliran keras. Ini harus dihadapi bersama-sama pemerintah," kata Syafii Maarif.

Namun, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengingatkan, munculnya karangan bunga ke Mabes Polri bisa memunculkan stigma negatif ke kelompok lain yang dianggap radikal. Menurut dia, hal ini tidak sehat karena bisa melahirkan radikalis baru.

Komunikasi

Peneliti Kelas Menengah, Masyarakat Sipil, dan Gerakan Politik pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wasisto Rahardjo Jati, dan pengajar sosiologi komunikasi FISIP Universitas Diponegoro, Semarang, Triyono Lukmantoro, dihubungi terpisah, sama-sama menganggap gerakan mengirim karangan bunga itu sebagai "permainan" simbolik masyarakat kelas menengah.

Menurut Triyono, pilihan bentuk komunikasi dengan karangan bunga dilakukan karena penyampaian pesan melalui kata-kata dianggap sudah terlalu banyak dan klise. Sementara unjuk rasa dan mobilisasi massa dianggap menimbulkan kejengkelan dan mengganggu masyarakat. Bunga dianggap universal dan bisa menjadi simbol penegasan bahwa bangsa Indonesia sebagai orang yang punya perhatian, kelembutan, dan kasih.

Gerakan bunga itu, kata Wasisto tidak terlepas dari fenomena yang muncul setelah Pilkada DKI Jakarta. Beberapa pekan lalu ribuan karangan bunga dikirim ke Balai Kota Jakarta. Menurut dia, bunga secara simbolis bisa dimaknai sebagai gerakan rekonsiliasi.

"Bunga itu simbol netral dan independen. Kalau itu masih dikritik, lalu di mana letak salahnya? Itu, kan, sebenarnya simbol apresiasi dan dedikasi," kata Wasisto.

Lantas, bagaimana respons Polri atas "banjir" karangan bunga itu? Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul menyampaikan, Polri berterima kasih atas kiriman bunga tersebut. "Itu wujud dukungan dan apresiasi masyarakat terhadap kinerja dalam memelihara keamanan dan ketertiban. Dukungan itu mendorong Polri lebih termotivasi bekerja," ujarnya.

No comments